AI Jadi Kambing Hitam PHK Teknologi? Kenyataannya Tak Sesederhana Itu

Sejumlah CEO perusahaan teknologi besar di tahun 2025 kerap menyebut kecerdasan buatan (AI) sebagai alasan utama di balik pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Namun, laporan terbaru dari situs karier Indeed menunjukkan bahwa realitasnya jauh lebih kompleks.

Menurut laporan tersebut, jumlah lowongan pekerjaan di sektor teknologi per Juli 2025 turun 36% dibandingkan puncaknya pada awal 2020. Meski AI disebut sebagai salah satu faktor, ia bukan penyebab utama dari lesunya pasar kerja teknologi. Ekonom dari Indeed, Brendon Bernard, menjelaskan bahwa tren pelemahan ini mirip dengan sektor-sektor lain yang tidak terlalu terdampak oleh AI. Artinya, ada faktor makroekonomi yang turut memengaruhi, bukan hanya otomatisasi atau efisiensi teknologi.

Namun demikian, narasi yang dibawa oleh para eksekutif perusahaan cenderung menyederhanakan penyebab PHK. CEO Workday, Carl Eschenbach, menyebut bahwa perusahaannya sedang bersiap menghadapi era pertumbuhan baru berbasis AI. Hal serupa juga dikatakan oleh CEO Autodesk dan CrowdStrike, yang menyatakan bahwa pemotongan tenaga kerja diperlukan untuk mempercepat investasi AI dan meningkatkan efisiensi.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Perusahaan India, Tata Consultancy Services, juga mem-PHK 12.000 karyawannya dengan alasan “penyesuaian untuk masa depan” dan penerapan AI secara luas. Bahkan perusahaan Jepang yang menaungi Indeed dan Glassdoor melakukan hal serupa.

Yang menarik, sebagian besar pemutusan kerja tersebut tampaknya lebih ditujukan untuk menenangkan investor dan menunjukkan kesiapan perusahaan menghadapi transformasi digital, dibandingkan karena AI benar-benar menggantikan tenaga kerja secara langsung. Narasi AI dijadikan justifikasi, padahal sebagian besar perusahaan masih dalam tahap awal mengimplementasikannya secara luas.

Fenomena ini menunjukkan sinyal negatif bagi pekerja teknologi yang menghadapi ketidakpastian, meski tidak seluruhnya disebabkan oleh AI. Ada indikasi bahwa perusahaan menggunakan momentum AI sebagai alat untuk merestrukturisasi tenaga kerja dan mengejar efisiensi finansial, ketimbang inovasi teknologi murni.