Amazon akhirnya sepakat untuk membayar denda sebesar 2,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp40 triliun lebih untuk menyelesaikan gugatan dari Federal Trade Commission (FTC). Gugatan ini menuduh Amazon sengaja memakai taktik manipulatif alias dark patterns agar pengguna mau berlangganan Prime, sekaligus membuat proses berhenti langganan jadi super ribet.
Bagi yang belum tahu, dark patterns ini adalah desain antarmuka yang dibuat supaya orang terjebak melakukan sesuatu tanpa sadar, misalnya tombol besar berwarna mencolok untuk “langganan” dan tombol kecil samar untuk “tidak”. Menurut FTC, jutaan konsumen sudah jadi korban praktik ini karena akhirnya terdaftar atau terus memperpanjang Prime tanpa benar-benar ingin.
Bahkan, proses berhenti langganan Prime sempat dijuluki internal Amazon sebagai “Iliad Flow” — referensi ke kisah Yunani kuno tentang perang panjang yang sulit diakhiri. FTC menilai itu bukti kuat bahwa kesulitan keluar dari Prime memang bukan kebetulan.
Amazon sendiri menyangkal tuduhan itu dengan alasan bahwa semua pendaftaran Prime tetap butuh persetujuan jelas, dan tersedia banyak cara untuk membatalkan. Namun, kenyataannya konsumen tetap merasa dipersulit.
Kasus ini bisa jadi sinyal penting bagi dunia digital. Jika FTC benar-benar menang, bukan cuma Amazon yang harus berubah, tapi perusahaan teknologi lain juga bisa kena “efek jera” untuk berhenti memakai trik manipulatif. Tapi kalau Amazon berhasil lolos, bisa saja praktik seperti ini makin dianggap wajar di internet.
Untuk konsumen, kabar baiknya ada kompensasi yang akan dibagikan langsung. Bagi investor, denda sebesar itu tentu bukan jumlah kecil, tapi melihat skala Amazon, kemungkinan dampaknya hanya sesaat. Yang menarik justru bagaimana reputasi perusahaan ini ke depan, terutama terkait kepercayaan pelanggan.