Ancaman Serius dari Hacker China dan Kelalaian Pengguna Smartphone

Sebuah serangan siber canggih yang menyasar ponsel pintar milik sejumlah orang penting di pemerintahan, politik, teknologi, dan media mengungkap betapa rentannya perangkat mobile saat ini. Investigasi dari perusahaan keamanan siber iVerify menemukan adanya gangguan perangkat lunak aneh pada akhir 2024 hingga awal 2025 yang ternyata merupakan bagian dari serangan siber tanpa perlu satu klik pun dari pengguna.

Yang mengejutkan, semua korban memiliki kesamaan: mereka pernah menjadi target peretas asal China dan bekerja di bidang yang menarik perhatian pemerintah Tiongkok.

Menurut pakar keamanan, ponsel pintar kini menjadi “titik lemah” utama dalam sistem pertahanan siber, terutama di Amerika Serikat. “Dunia saat ini sedang mengalami krisis keamanan mobile,” ujar Rocky Cole, mantan pakar NSA dan Google yang kini menjadi COO di iVerify. “Tak ada yang benar-benar memantau ponsel.”

Pemerintah Amerika sebelumnya telah memperingatkan adanya kampanye besar-besaran dari peretas China untuk menyadap panggilan dan pesan teks warga Amerika. Bahkan, perangkat milik Donald Trump dan pasangannya dalam pilpres 2024, JD Vance, juga dilaporkan menjadi target.

Pemerintah China membantah tuduhan ini dan balik menuduh AS melakukan aksi serupa dengan dalih keamanan nasional untuk menekan perusahaan teknologi asal China.

Meski banyak negara seperti AS dan Jerman sudah mulai menyingkirkan perusahaan telekomunikasi China dari jaringan mereka karena alasan keamanan, banyak sistem global masih bergantung pada infrastruktur milik perusahaan milik negara China, termasuk sistem routing dan penyimpanan cloud.

Komite Khusus DPR AS bahkan sempat mengirimkan surat panggilan kepada perusahaan telekomunikasi asal China untuk mengungkap aktivitas mereka di Amerika. “Rakyat AS berhak tahu jika Beijing secara diam-diam menyusup ke infrastruktur penting kita,” ujar Ketua Komite, John Moolenaar.

Masalah lainnya muncul dari kelalaian pengguna sendiri. Banyak pejabat tinggi menggunakan aplikasi atau koneksi pribadi yang tidak aman, yang bisa dengan mudah dieksploitasi oleh peretas. Contohnya, seseorang yang menyamar sebagai staf utama Donald Trump berhasil menghubungi tokoh-tokoh penting melalui pesan dan panggilan telepon karena berhasil mendapat akses ke daftar kontak dari ponsel pribadi sang staf.

Bahkan perangkat seperti boneka Barbie yang terhubung ke internet pun bisa menjadi celah keamanan, menurut Snehal Antani dari Horizon3.ai.

Agar tidak menjadi korban berikutnya, para ahli mengingatkan pentingnya menjaga disiplin keamanan dalam penggunaan perangkat digital, terutama yang menyimpan informasi penting atau sensitif. “Jangan sembarangan membagikan informasi, meskipun terlihat aman,” pesan Michael Williams dari Syracuse University.