Bakal Jadi Perusahaan Terkaya di Bumi dengan Valuasi Rp 81.000 triliun, Bukan Nvidia

Wall Street selalu berubah. Inovasi, persaingan, hingga merger sering kali menggoyang daftar perusahaan paling bernilai di pasar. Kalau kita mundur ke tahun 2004, ExxonMobil (XOM) adalah perusahaan terbesar di S&P 500, disusul Citigroup (C) dan General Electric (GE). Tapi hari ini, hanya Microsoft (MSFT) yang masih bertahan di jajaran atas.

Sejak pertengahan 2023, Apple (AAPL), Microsoft (MSFT), dan Nvidia (NVDA) sudah melewati valuasi $3 triliun. Dengan popularitas kecerdasan buatan (AI), Nvidia terlihat paling mungkin untuk menembus $5 triliun (Rp 81.000 triliun dengan kurs Rp 16.000). Tapi tunggu dulu, ternyata ada kandidat kejutan yang jalannya lebih mulus: Amazon (AMZN).

Kenapa Nvidia Sulit Sampai $5 Triliun?

Nvidia memang lagi berjaya berkat chip AI-nya yang canggih seperti Hopper (H100) dan Blackwell. Perusahaan ini bisa menjual chipnya seharga $30.000 sampai $40.000, jauh lebih mahal dibanding pesaingnya, AMD. Margin keuntungan mereka pun luar biasa tinggi, mencapai 78,4%.

Tapi sejarah sering kali menunjukkan bahwa teknologi revolusioner, termasuk AI, biasanya melewati fase “bubble” atau gelembung. Orang-orang cenderung terlalu optimis terhadap teknologi baru, yang akhirnya butuh waktu lama untuk benar-benar diterapkan secara luas. Kalau AI bubble ini pecah, saham Nvidia bisa jadi yang paling terpukul.

Kenapa Amazon Bisa Jadi Kandidat Terkuat?

Amazon sering dikenal sebagai raksasa e-commerce. Tapi, ternyata bisnis marketplace mereka hanya menyumbang sedikit keuangan perusahaan. Sebagian besar keuntungan datang dari layanan lain, terutama Amazon Web Services (AWS).

AWS adalah pemimpin pasar dalam layanan cloud dengan pangsa 33%, lebih besar dari Microsoft Azure dan Google Cloud digabungkan. Bahkan sebelum AI booming, layanan cloud sudah tumbuh stabil dengan angka dua digit. Potensi ini masih sangat besar dan margin keuntungannya tinggi.

Selain AWS, Amazon juga punya layanan iklan dan langganan Prime yang berkembang pesat. Langkah Amazon menguasai siaran eksklusif, seperti Thursday Night Football, juga mendongkrak pendapatan iklan dan daya tawar mereka terhadap pelanggan.

Valuasi Masih Murah

Dibanding Microsoft dan Nvidia, valuasi Amazon terlihat lebih terjangkau. Sahamnya saat ini dihargai hanya 13,5 kali prediksi arus kas tahun 2026. Kalau Amazon kembali ke valuasi historisnya di tahun 2010-an, mereka bisa saja jadi perusahaan pertama di Wall Street yang menembus $5 triliun.

Berita di atas memberikan beberapa pelajaran penting bagi investor pemula dan konservatif, khususnya dalam memilih dan menganalisis peluang investasi. Berikut poin-poinnya:

1. Diversifikasi Itu Penting

  • Pelajaran: Jangan terlalu fokus pada tren sesaat, seperti AI dalam kasus Nvidia. Pastikan portofolio Anda mencakup perusahaan dengan berbagai sumber pendapatan, seperti Amazon, yang tidak hanya bergantung pada satu sektor.
  • Tips: Sebar investasi Anda ke beberapa sektor berbeda, seperti teknologi, kesehatan, dan barang konsumen, untuk mengurangi risiko.

2. Perhatikan Sejarah dan Pola Pasar

  • Pelajaran: Sejarah menunjukkan bahwa teknologi baru sering mengalami “bubble,” di mana valuasi melonjak terlalu cepat sebelum akhirnya terkoreksi. Investor konservatif harus berhati-hati terhadap euforia ini.
  • Tips: Lakukan riset mendalam dan jangan ikut-ikutan hype tanpa memahami potensi risiko.

3. Fokus pada Fundamental Perusahaan

  • Pelajaran: Perusahaan seperti Amazon yang memiliki pendapatan dari banyak lini bisnis lebih cenderung bertahan dalam jangka panjang dibanding perusahaan yang hanya mengandalkan satu teknologi.
  • Tips: Analisis laporan keuangan perusahaan, seperti arus kas, margin keuntungan, dan pangsa pasar, untuk memahami stabilitasnya.

4. Valuasi yang Masuk Akal Lebih Penting daripada Tren

  • Pelajaran: Perusahaan dengan valuasi yang terlalu tinggi, seperti Nvidia, berisiko besar jika ekspektasi pasar tidak terpenuhi. Amazon, meski tumbuh pesat, masih memiliki valuasi yang relatif masuk akal.
  • Tips: Pilih saham dengan harga yang wajar berdasarkan potensi pertumbuhan dan arus kasnya.

5. Jangan Tergesa-Gesa dalam Investasi

  • Pelajaran: Teknologi baru seperti AI memang menjanjikan, tapi butuh waktu untuk diadopsi secara luas. Investor konservatif sebaiknya tidak terburu-buru masuk ke sektor yang terlalu volatil.
  • Tips: Ambil waktu untuk belajar dan pertimbangkan strategi investasi jangka panjang yang lebih stabil.

6. Pelajari Layanan Pendukung Teknologi

  • Pelajaran: Alih-alih langsung berinvestasi pada teknologi hype seperti AI, cari perusahaan yang menyediakan infrastruktur atau layanan pendukung, seperti Amazon dengan AWS.
  • Tips: Perhatikan perusahaan yang memiliki peran penting di balik layar dalam tren teknologi baru.

7. Tetap Rasional dan Hindari Emosi

  • Pelajaran: Jangan biarkan euforia pasar memengaruhi keputusan investasi Anda. Tetaplah berpikir logis dan berdasarkan data.
  • Tips: Buat rencana investasi yang jelas, tentukan batas risiko, dan patuhi strategi Anda.

Sebagai investor pemula atau konservatif, fokuslah pada investasi yang stabil, terukur, dan berbasis data, sambil menghindari risiko yang tidak perlu dari tren yang terlalu spekulatif.