Drama Sam Altman Marah Berat Karena Meta Borong Tim OpenAI

Persaingan antara raksasa teknologi untuk merekrut talenta AI terbaik makin panas. Kali ini, OpenAI dan Meta jadi pusat perhatian setelah CEO Meta, Mark Zuckerberg, terang-terangan merekrut para peneliti AI dari OpenAI dengan tawaran fantastis.

Kabar beredar, Zuckerberg menyiapkan program “superintelligence lab” milik Meta dan rela menggelontorkan bonus tanda tangan hingga 100 juta dolar AS (sekitar Rp1,6 triliun) untuk memikat talenta OpenAI agar pindah ke perusahaannya. Hasilnya? Setidaknya delapan peneliti OpenAI sudah hengkang ke Meta, dan jumlah itu diprediksi akan terus bertambah.

Tentu saja, langkah ini membuat CEO OpenAI, Sam Altman, naik pitam. Alih-alih diam, Altman langsung memberikan pernyataan keras dan membela perusahaannya di hadapan para karyawan.

“Kita ini dulunya cuma sekumpulan nerd di pojokan, sekarang jadi orang-orang paling menarik di industri teknologi,” kata Altman dalam pesan Slack internal yang dilihat oleh Wired. “AI Twitter itu toksik, Meta bertindak dengan cara yang menurut saya agak menjijikkan. Dan saya rasa ini semua bakal makin gila ke depannya.”

Altman juga mengingatkan, drama ini belum seberapa dibanding sejarah OpenAI sebelumnya, termasuk saat dirinya sempat dipecat dari posisi CEO oleh dewan direksi OpenAI di tahun 2023, sebelum akhirnya kembali hanya dalam hitungan hari.

Menurut Altman, Meta memang berhasil merekrut beberapa orang hebat, “Tapi mereka kesulitan mendapatkan orang-orang terbaik kami, bahkan harus turun jauh ke daftar cadangan mereka. Mereka sudah mencoba merekrut selama sangat lama, saya bahkan sudah lupa berapa kali mereka berusaha merekrut Chief Scientist kami.”

Di tengah badai ini, Altman tetap optimis. Ia menyebut bahwa OpenAI tetap berpegang pada misi utama, bukan sekadar uang. “Saya bangga dengan betapa berorientasi misinya industri kita ini; tentu akan selalu ada yang hanya mengejar uang, tapi pada akhirnya, ‘missionaries’ akan mengalahkan ‘mercenaries’,” tegasnya.

Sebagai strategi menahan para talenta agar tetap setia, Altman juga mengatakan OpenAI sedang mengevaluasi kompensasi bagi seluruh tim riset. Ia meyakinkan, saham OpenAI punya potensi keuntungan jauh lebih besar dibanding saham Meta.

Baik Meta maupun OpenAI memang tengah berlomba mencapai titik krusial dalam dunia kecerdasan buatan, yaitu AGI (Artificial General Intelligence), saat kecerdasan AI menyamai atau bahkan melampaui kemampuan manusia. Meski hal itu masih sebatas impian, ambisi besar kedua perusahaan terus memicu persaingan ketat.

“Kami benar-benar peduli membangun AGI dengan cara yang baik,” ujar Altman. “Perusahaan lain hanya melihat ini sebagai alat untuk tujuan lain, tapi bagi kami, ini adalah prioritas utama dan akan selalu begitu.”