Perang Dagang Makin Panas, Ini 5 Senjata China Hadapi AS

Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China, kembali memanas. Kedua negara saling menaikkan tarif impor: produk China ke AS dikenakan tarif hingga 245%, sementara China membalas dengan tarif 125% terhadap barang-barang asal Amerika. Situasi ini memicu kekhawatiran global akan terjadinya resesi ekonomi.

Namun, China dinilai memiliki sejumlah keunggulan yang bisa digunakan untuk menghadapi tekanan dari Presiden AS Donald Trump. Berikut adalah lima “kartu truf” yang dimiliki Beijing:

1. China Lebih Tahan Banting
China adalah negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan memiliki pasar domestik yang sangat besar. Meski konsumsi dalam negeri masih kurang maksimal, pemerintah telah memberi berbagai insentif untuk mendorong belanja masyarakat. Tidak seperti Trump yang harus memikirkan pemilu, Presiden Xi Jinping tak perlu khawatir terhadap opini publik jangka pendek. Namun, isu pengangguran dan krisis properti tetap menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas.

2. Investasi Besar di Teknologi Masa Depan
China tak hanya menjadi pabrik dunia, tapi juga sedang berevolusi menjadi raksasa teknologi. Investasi besar-besaran dilakukan di sektor kendaraan listrik, kecerdasan buatan, hingga semikonduktor. Perusahaan seperti BYD kini menyaingi Tesla, sementara Huawei dan Vivo mulai menggeser dominasi Apple di pasar lokal. Bahkan, chatbot buatan China, DeepSeek, disebut mampu menyaingi ChatGPT.

3. Diversifikasi Pasar dan Pelajaran dari Perang Dagang 2018
Sejak perang dagang pertama di masa jabatan Trump sebelumnya, China mempercepat perluasan perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara, Amerika Latin, hingga Afrika. China juga sukses mengurangi ketergantungan pada produk pertanian AS dan memperkuat kerja sama dengan Brasil sebagai pemasok utama kedelai. Kini, Asia Tenggara menjadi mitra dagang terbesar China, bukan lagi Amerika Serikat.

4. Mengetahui Kapan Trump Akan Mundur
Beijing juga telah belajar membaca pola Presiden Trump. Saat pasar obligasi AS terguncang akibat tarif tinggi, Trump sempat menunda penerapan tarif selama 90 hari. China memiliki sekitar 700 miliar dolar AS dalam bentuk obligasi pemerintah AS. Meski demikian, jika digunakan sebagai senjata, hal ini bisa merugikan China sendiri. Para ahli menilai obligasi hanyalah “alat tawar-menawar”, bukan senjata ekonomi.

5. Dominasi di Sektor Rare Earth (Logam Langka)
China menguasai lebih dari 60% produksi global dan 90% proses penyulingan logam langka, seperti dysprosium dan yttrium, yang penting untuk produk teknologi tinggi termasuk mobil listrik, turbin angin, dan mesin jet. Saat ini, China telah membatasi ekspor tujuh logam langka untuk membalas tarif dari AS. Langkah ini bisa mengguncang industri semikonduktor, pertahanan, hingga AI di seluruh dunia.

Dengan kombinasi kekuatan ekonomi, penguasaan teknologi, serta dominasi sumber daya alam penting, China diyakini tidak mudah ditekan dalam perang dagang ini. Meski begitu, jalan menuju penyelesaian damai tetap terbuka, asalkan kedua pihak bersedia berdialog tanpa mengorbankan kepentingan nasional masing-masing.