Di tengah gencarnya penggunaan kecerdasan buatan (AI), beberapa programmer di Amazon mulai merasa pekerjaan mereka berubah menjadi seperti kerja di gudang yang serba cepat, berulang, dan minim waktu berpikir. Amazon saat ini mendorong penggunaan AI secara besar-besaran, terutama dalam pengembangan software. Hal ini membuat para programmer harus bekerja lebih cepat dari biasanya, bahkan terkadang mengorbankan diskusi tim dan waktu untuk menganalisis masalah secara mendalam. Beberapa dari mereka merasa pekerjaan coding yang dulu penuh tantangan kini menjadi rutin dan tertekan oleh target.
“Kalau dulu buat satu fitur bisa beberapa minggu, sekarang ditarget selesai dalam beberapa hari,” kata salah satu engineer Amazon. “Tanpa bantuan AI, tidak mungkin bisa secepat itu.”
Fenomena ini mengingatkan pada revolusi industri, ketika pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh ahli, dipecah menjadi tugas-tugas kecil yang bisa dikerjakan cepat berulang kali, seperti yang terjadi pada pabrik mobil atau pekerjaan administrasi.
Amazon bukan satu-satunya perusahaan yang mengalami perubahan ini. Shopify dan Google juga mendorong karyawan mereka untuk menggunakan AI secara intensif, bahkan memasukkan penggunaan AI sebagai bagian dari penilaian kinerja.
Meski begitu, tidak semua menganggap perubahan ini negatif. Manajemen Amazon mengklaim bahwa AI membantu meringankan tugas-tugas membosankan dan mempercepat penyelesaian pekerjaan, seperti memperbarui sistem lama. Namun, bagi programmer pemula, hal ini justru bisa menghambat proses belajar dan pengembangan karier.
Tak hanya pekerjaan coding, bahkan proses menulis laporan internal pun kini dibantu AI. Seorang engineer mengaku, AI dapat menyusun draft memo hanya dari catatan acak. Di sisi lain, hal ini membuat beberapa pekerja merasa menjadi penonton di pekerjaan mereka sendiri, lebih banyak membaca dan mengoreksi kode, ketimbang menulisnya.
Para pekerja juga menyuarakan kekhawatiran mereka melalui kelompok seperti Amazon Employees for Climate Justice. Awalnya fokus pada isu lingkungan, kelompok ini kini juga menjadi tempat berbagi keresahan seputar penggunaan AI, stres kerja, dan masa depan profesi mereka.
Walau belum ada langkah membentuk serikat pekerja khusus programmer, sejarah menunjukkan bahwa tekanan kerja berlebih (speed-up) seperti ini bisa jadi pemicu perlawanan, seperti yang terjadi di industri mobil pada tahun 1930-an.