The Brick: Alat Kecil yang Bantu Lepas dari Kecanduan HP

Saya menghabiskan terlalu banyak waktu menatap layar. Begitu bangun tidur, tangan langsung meraih ponsel (HP). Setelah delapan jam bekerja di depan komputer, ponsel tetap di tangan untuk membuka Instagram atau TikTok. Saat menonton serial di malam hari pun, perhatian terpecah oleh notifikasi. Sebelum tidur, saya kembali menatap layar. Semua terasa tidak ada habisnya.

Saya sempat mencoba berbagai cara: mengatur batas waktu aplikasi, membuat jadwal “waktu tenang”, tetapi tetap gagal. Membatasi diri ternyata semudah menekan tombol tunda. Hingga akhirnya saya melihat iklan The Brick di Instagram, sebuah perangkat kecil yang menjanjikan pengendalian waktu layar yang lebih ketat. Setelah mencobanya beberapa bulan, hasilnya luar biasa: waktu layar saya berkurang separuh, dan saya belajar menikmati kebosanan lagi.

Cara kerja The Brick

The Brick bukan hanya aplikasi, tapi juga memiliki komponen fisik. Saat ponsel ditempelkan ke The Brick, aplikasi tertentu akan terkunci. Untuk membuka kembali, ponsel harus disentuhkan lagi ke perangkat ini. Pengguna juga diberi lima kali kesempatan darurat untuk membuka blokir tanpa menempelkan ponsel, tapi setelah itu harus melakukan reset pabrik agar bisa digunakan kembali. Fitur ini membuat pengguna berpikir dua kali sebelum membukanya.

Awalnya The Brick hanya tersedia untuk iPhone, kini sudah mendukung Android. Satu perangkat bisa digunakan bersama oleh beberapa orang. Saya dan istri menempatkan The Brick di lemari es agar mudah dijangkau.

Dampaknya nyata

Faktor fisik The Brick menjadi penghalang nyata. Saat santai di sofa, keinginan untuk membuka Instagram langsung hilang karena malas bangun untuk menyentuh perangkat. Kebiasaan terbaik saya adalah menempelkan ponsel ke The Brick sebelum tidur. Ini memastikan media sosial bukan hal pertama yang saya lihat saat bangun pagi.

Dengan The Brick, saya mulai bisa fokus. Tidak lagi tergoda membuka ponsel ketika menonton TV. Saat waktu luang, saya justru membaca atau menyelesaikan hal-hal kecil yang sebelumnya tertunda. Rasanya seperti mendapatkan kembali perhatian dan ketenangan.

Hasilnya memuaskan

Sebelum menggunakan The Brick, rata-rata waktu layar saya enam jam per hari. Setelah beberapa minggu, turun menjadi tiga jam. Tanpa target angka tertentu, hasilnya tetap signifikan: penurunan 50 persen. Bahkan istri saya juga ikut menggunakannya setiap pagi sebelum berangkat kerja.

Mode penggunaan fleksibel

The Brick bisa dikonfigurasi sesuai kebutuhan. Ada mode yang memblokir semua aplikasi, menjadikan ponsel seperti telepon biasa. Namun pengguna juga bisa membuat mode khusus, misalnya hanya memblokir aplikasi yang paling mengganggu seperti TikTok, Instagram, atau X. Saya punya beberapa mode, termasuk versi ringan yang tetap mengizinkan browser untuk kebutuhan kerja.

Perlu berhati-hati memilih aplikasi yang diblokir. Saya pernah tidak bisa masuk ke gym karena aplikasinya ikut terblokir, atau gagal memindai kode diskon di supermarket karena Amazon juga terkunci. Untungnya, fitur un-Brick darurat membantu, meski jumlahnya terbatas.

Kelemahan kecil

Berbeda dari fitur bawaan iPhone yang bisa mengatur batas waktu per aplikasi, The Brick hanya berfungsi untuk memblokir. Kadang saya merindukan fitur pengingat waktu seperti di sistem Apple. Namun setelah terbiasa, saya justru lebih disiplin tanpa batasan waktu otomatis.

Harga dan nilai

Harga The Brick sekitar 59 dolar AS (sekitar Rp.980 ribu). Memang terasa mahal dibanding fitur gratis di ponsel, tetapi hasilnya sepadan. Sistem ini benar-benar efektif mengurangi waktu layar. Sebagai perbandingan, aplikasi sejenis seperti Opal menawarkan fitur lengkap dengan biaya tahunan mencapai 99,99 dolar.

Layak dibeli

Bagi siapa pun yang kesulitan mengontrol penggunaan ponsel, The Brick adalah solusi terbaik. Kombinasi aplikasi dan perangkat fisiknya menciptakan batas nyata yang sulit ditembus. Setelah berbulan-bulan memakainya, saya bisa bilang The Brick benar-benar mengubah kebiasaan saya dan membuat saya lebih fokus pada dunia nyata.