Wawancara Kerja Kini Dilakukan AI, Begini Cara Menghadapinya

Perusahaan kini semakin mengandalkan kecerdasan buatan untuk menyeleksi pelamar kerja. Survei Resume Builder mencatat lebih dari 80 persen perusahaan menggunakan AI untuk memindai CV, 40 persen memakai chatbot untuk berkomunikasi dengan kandidat, dan sekitar seperempat sudah menyerahkan wawancara kerja awal pada bot. Bahkan, 19 persen perusahaan lain berencana menambah teknologi ini tahun ini.

Fenomena ini muncul seiring meningkatnya jumlah pencari kerja di Amerika Serikat. Data Departemen Tenaga Kerja AS mencatat klaim tunjangan pengangguran mencapai titik tertinggi dalam hampir empat tahun. Sepanjang Januari hingga Juli 2025, total PHK melonjak jadi lebih dari 806 ribu kasus, tertinggi sejak pandemi 2020. Lonjakan aplikasi kerja membuat perusahaan harus mencari cara cepat, dan AI menjadi solusinya.

Namun, penggunaan AI dalam rekrutmen menimbulkan pro dan kontra. Jim Chaffee, pakar AI dari University of Iowa, menilai teknologi ini efektif untuk penyaringan awal, tetapi tetap membutuhkan sentuhan manusia. “Chatbot tidak cukup mumpuni untuk menggali lebih dalam kandidat, pada akhirnya manusia tetap penting,” ujarnya.

Pelamar kerja sendiri masih banyak yang ragu. Sebuah riset menunjukkan hanya seperempat kandidat percaya AI bisa menilai secara adil. Lebih dari 60 persen justru lebih tertarik melamar bila wawancara dilakukan tatap muka. Kekhawatiran itu wajar, sebab AI bukan hanya menilai jawaban, tetapi juga ekspresi wajah, nada suara, hingga bahasa tubuh.

Bagi pencari kerja, menghadapi wawancara AI lebih mirip seperti tampil dalam audisi. Kandidat diminta merekam jawaban melalui platform seperti Ribbon AI, dengan durasi 30 menit hingga satu jam. Algoritma lalu menganalisis rekaman, memberi catatan, dan menyampaikan laporan ke perekrut.

Beberapa pakar karier menyarankan pelamar mempersiapkan diri seolah menghadapi pewawancara manusia. Tunjukkan senyum, bicara jelas, jaga bahasa tubuh, dan kenakan pakaian profesional. Cahaya, kualitas kamera, hingga koneksi internet pun harus diperhatikan. “AI tidak berhenti mengamati, jadi fokuslah pada ekspresi, kejelasan suara, dan tatapan ke kamera,” kata Chaffee.

Selain itu, kandidat juga sebaiknya menyiapkan contoh konkret pencapaian kerja. Jangan sekadar menyebut pernah sukses, tetapi jelaskan dengan angka dan pencapaian spesifik. Gunakan catatan kecil untuk mengingat poin penting, dan jangan lupa akhiri dengan ucapan terima kasih serta kirim catatan follow up yang personal, bukan hasil salinan.

Di satu sisi, AI memang membantu perusahaan menyaring ribuan aplikasi dengan cepat. Namun, dari kacamata kemanusiaan, mengandalkan mesin untuk menilai emosi, motivasi, atau potensi seseorang jelas berisiko. Wawancara kerja seharusnya menjadi ruang dialog, bukan sekadar analisis algoritma. Karena itu, meski teknologi terus berkembang, peran manusia dalam rekrutmen sebaiknya tidak tergantikan sepenuhnya.