Warren Buffett Hati-Hati dengan Pasar Saham AS, Pilih Investasi di Jepang

Siapa yang tak kenal Warren Buffett? Investor legendaris ini dikenal dengan insting tajamnya dalam memilih saham. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Alih-alih tetap percaya penuh pada pasar saham Amerika Serikat (AS), Buffett justru mulai menarik diri dan menyimpan lebih dari separuh aset perusahaannya dalam bentuk kas dan obligasi pemerintah AS.

Dalam surat tahunannya kepada investor, pria berusia 94 tahun ini mengingatkan soal bahaya “kesalahan fiskal” serta “penipu dan promotor” yang bisa menyesatkan para investor yang mudah percaya. Padahal, empat tahun lalu, Buffett masih bersemangat dengan pernyataan “jangan pernah bertaruh melawan Amerika”. Tapi sekarang, nadanya lebih hati-hati.

Yang menarik, meskipun menarik diri dari saham AS, Buffett justru semakin yakin dengan investasinya di Jepang. Sejak 2019, ia mulai membeli saham lima perusahaan konglomerasi besar Jepang, yaitu Itochu, Marubeni, Mitsubishi, Mitsui, dan Sumitomo. Ia menyebut perusahaan-perusahaan ini mirip dengan Berkshire Hathaway miliknya—mengelola banyak bisnis di berbagai sektor.

Langkah Buffett ini semakin menarik karena jumlah kas dan setara kas yang dipegang Berkshire Hathaway mencapai rekor tertinggi, yaitu 345 miliar dolar AS—hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Angka ini bahkan lebih besar daripada total investasi saham yang hanya 270 miliar dolar AS. Artinya, lebih dari 50% aset perusahaan kini dalam bentuk kas, sesuatu yang jarang dilakukan Buffett.

Meski demikian, Buffett tetap menegaskan bahwa mayoritas dana Berkshire masih ada di saham, terutama saham perusahaan-perusahaan besar yang punya operasi internasional. Ia juga menyatakan bahwa keputusannya ini bukan berarti ia meninggalkan pasar saham sepenuhnya.

Bagi investor yang ingin mengikuti jejak Buffett, saham lima konglomerat Jepang ini bisa jadi pilihan menarik. Perusahaan-perusahaan ini masih diperdagangkan dengan valuasi yang lebih rendah dibandingkan saham di AS. Misalnya, harga saham mereka rata-rata hanya 7,5 hingga 9,7 kali dari perkiraan laba per saham, jauh di bawah valuasi indeks S&P 500 yang saat ini mencapai 22 kali laba per saham. Dengan keputusan ini, Buffett seolah mengirim sinyal bahwa pasar saham AS sudah terlalu mahal, sementara Jepang menawarkan peluang investasi yang lebih menarik.